PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI
Pancasila
merupakan acuan utama bagi pembentukan hukum nasional, kegiatan penyelenggaraan
negara, partisifasi warga negara dan pergaulan antar warga negara dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjiwai seluruh kegiatan berbangsa dan bernegara.
Seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolok ukur tentang baik/buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan, tingkah laku bangsa Indonesia (kepribadian bangsa).
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna, bermanfaat, benar dan baik bagi kehidupan umat manusia.
Menurut Prof. Notonagoro, nilai dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Nilai material : berupa benda untuk memenuhi kebutuhan material
2. Nilai Vital : segala seseuatu yang berguna bagi hidup manusia untuk mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian : berguna bagi rohani manusia, terdiri atas ;
a. Nilai kenyataan (kebenaran) : bersumber pada akal manusia
b. Nilai keindahan (estetika) : bersumber pada rasa manusia
c. Nilai kebaikan (moral) : kehendak/kemauan manusia.
d. Nilai religius (ketuhanan) : kepercayaan/keyakinan manusia, tertinggi dan mutlak.
Dalam Pancasila terkandung tiga Nilai sebagai berikut : Nilai Dasar : sila-sila Pancasila, norma dasar (pasal-pasal UUD 1945), bersifat abstrak dan umum Nilai Instrumental : nilai berlaku untuk kurun waktu dan kondisi tertentu, lebih bersifat kontekstual (menyesuaikan dengan perkembangan zaman), wujudnya berupa kebijakan/peraturan, strategi, program, organisasi, sistem, rencana. Nilai Praksis : sifatnya dinamis, penerapan nilai-nilai dalam kenyataan sehari-hari baik oleh lembaga kenegaraan/organisasi dan warga negara.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila:
1. Nilai Ketuhanan, mengandung arti pengakuan dan keyakinan terhadap Tuhan YME sebagai pencipta alam semesta.
2. Nilai Kemanusiaan, mengandung arti kesadaran akan sikap/perilaku sesuai dengan nilai moral dan penghormatan HAM.
3. Nilai Persatuan, mengandung arti kesadaran untuk membina persatuan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
4. Nilai Kerakyatan, mengandung arti mengembangkan musyawarah mufakat dan nilai-nilai demokrasi.
5. Nilai Keadilan, mengandung arti kesadaran bersama mewujudkan keadilan bagi diri dan sesama manusia.
Sebagai Paradigma Pembangunan
Seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolok ukur tentang baik/buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan, tingkah laku bangsa Indonesia (kepribadian bangsa).
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna, bermanfaat, benar dan baik bagi kehidupan umat manusia.
Menurut Prof. Notonagoro, nilai dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Nilai material : berupa benda untuk memenuhi kebutuhan material
2. Nilai Vital : segala seseuatu yang berguna bagi hidup manusia untuk mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian : berguna bagi rohani manusia, terdiri atas ;
a. Nilai kenyataan (kebenaran) : bersumber pada akal manusia
b. Nilai keindahan (estetika) : bersumber pada rasa manusia
c. Nilai kebaikan (moral) : kehendak/kemauan manusia.
d. Nilai religius (ketuhanan) : kepercayaan/keyakinan manusia, tertinggi dan mutlak.
Dalam Pancasila terkandung tiga Nilai sebagai berikut : Nilai Dasar : sila-sila Pancasila, norma dasar (pasal-pasal UUD 1945), bersifat abstrak dan umum Nilai Instrumental : nilai berlaku untuk kurun waktu dan kondisi tertentu, lebih bersifat kontekstual (menyesuaikan dengan perkembangan zaman), wujudnya berupa kebijakan/peraturan, strategi, program, organisasi, sistem, rencana. Nilai Praksis : sifatnya dinamis, penerapan nilai-nilai dalam kenyataan sehari-hari baik oleh lembaga kenegaraan/organisasi dan warga negara.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila:
1. Nilai Ketuhanan, mengandung arti pengakuan dan keyakinan terhadap Tuhan YME sebagai pencipta alam semesta.
2. Nilai Kemanusiaan, mengandung arti kesadaran akan sikap/perilaku sesuai dengan nilai moral dan penghormatan HAM.
3. Nilai Persatuan, mengandung arti kesadaran untuk membina persatuan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
4. Nilai Kerakyatan, mengandung arti mengembangkan musyawarah mufakat dan nilai-nilai demokrasi.
5. Nilai Keadilan, mengandung arti kesadaran bersama mewujudkan keadilan bagi diri dan sesama manusia.
Sebagai Paradigma Pembangunan
Sejak
tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah sepakat bulat untuk menerima
Pancasila sebagai dasar negara sebagai perwujudan falsafah hidup bangsa (weltanschauung)
dan sekaligus ideologi nasional. Sejak negara republik Indonesia
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 hingga kapanpun — selama kita masih
menjadi warga negara Indonesia — maka kesetiaan (loyalitas) terhadap
ideologi Pancasila dituntut dalam bentuk sikap, tingkah laku dan perbuatan yang
nyata dan terukur. Inilah sesungguhnya wujud tanggung jawab seorang warga
negara sebagai konsekuensi logis yang bangga dan mencintai ideologi negaranya
(Pancasila) yang benar-benar telah menghayati, mengamalkan dan mengamankannya
dari derasnya sistem-sistem ideologi bangsa/ negara-negara modern dewasa ini.
Pancasila
dalam paradigma pembangunan sekarang dan dimasa-masa yang akan datang, bukanlah
lamunan kosong (utopis), akan tetapi menjadi suatu kebutuhan sebagai
pendorong semangat (drive) pentingnya paradigma arah pembangunan yang
baik dan benar di segala bidang kehidupan. Jati diri atau kepribadian
bangsa Indonesia yang religius, ramah tamah, kekeluargaan dan musyawarah,
serta solidertias yang tinggi (kepedulian), akan mewarnai jiwa pembangunan
nasional baik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan
maupun dalam evaluasinya.
Berdasarkan
konseptualisasi paradidgma pembangunan tersebut di atas, maka unsur manusia
dalam pembangunan sangat penting dan sentral. Karena manusia adalah pelaku dan
sekaligus tujuan dari pembangunan itu sendiri. Oleh sebab itu, jika pelaksanaan
pembangunan ditangan orang yang sarat KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dan
tidak bertanggung jawab, maka segala modal, pikiran, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diterapkan dapat membahayakan sekaligus merugikan manusia,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Politik
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Politik
Warga Indonesia sebagai warga negara harus ditempatkan
sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar sebagai objek politik. Karena pancasila bertolak dari kodrat
manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Sistem politik ×Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek
harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
pelaku politik bukan sekadar sebagai objek politik. Karena pancasila bertolak dari kodrat
manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Sistem politik ×Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek
harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasarkan hal tersebut, sistem politik ×Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan yaitu terletak pada sila ke IV Pancasila. Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
kerakyatan yaitu terletak pada sila ke IV Pancasila. Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi
maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus,
sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan yaitu pada sila ke I
Pancasila dan kemanusiaan yaitu pada sila ke II Pancasila. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.
Pancasila Sebagai Paradigma di Bidang Sosial Budaya
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus,
sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan yaitu pada sila ke I
Pancasila dan kemanusiaan yaitu pada sila ke II Pancasila. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.
Pancasila Sebagai Paradigma di Bidang Sosial Budaya
Dalam pengembangan sosial budaya
pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki
bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistis, artinya
nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Dalam rangka pengembangan sosial
budaya, Pancasila sebagai kerangka kesadaran yang dapat mendorong untuk
universalitas melepaskan simbol-simbol dari keterikatan struktur, dan
transedentalisasi meningkatkan derajat kemerdekaan manusia, kebebasan
spiritual.
Pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistis karena memang pancasila]a bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat
manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu mnenjadi manusia yang berbudaya
dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia
biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita
menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara
fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaan nya Manusia harus
dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila
persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh
wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu
ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai
warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak
menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Paradigma baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan
berkelanjutan yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat,
di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu
secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku
bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal daerah dengan
pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia
akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakkan kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga). Pembangunan nasional bidang kebudayaan,
harus dilandasi dengan berpikir tentang masalah persatuan dan kesatuan bangsa.
Negara harus menjalankan pemerintahan yang serba efektif harus menghilangkan
mental birokrasi serta mau membangun sistem budaya dalam hal norma maupun
pengembangan iptek dengan melalukan pemberdayaan kebudayaan lokal guna
memfungsikan etos budaya bangsa
yang majemuk. Kehidupan setiap insan harus dipertahankan dengan baik dalam
menghadapi segala tantangan dan hambatan serta dapat membangun dirinya sendiri
menjadi masyarakat yang berkeadilan, demokrasi, inovatif, dan mencapai kemajuan
kehidupan yang beradab. Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila
itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai
kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan-kebudayaan di daerah:
Sila Pertama, menunjukan tidak satu
pun suku bangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang
tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
Sila Kedua, merupakan nilai budaya
yang dijunjung tinggi oleh segenap warga negara Indonesia tanpa membedakan
asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
Sila Ketiga mencerminkan nilai
budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara
untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
Sila Keempat, merupakan nilai budaya
yang tuas di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan
melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya
yang mendahulukan kepentingan perorangan
Pancasila sebagai sumber nilai umum
dapat dilihat dalma penjelasan berikut:
1.
Sila ketuhanan
yang maha esa:
§ Merupakan bentuk keyakinan yang berpangkal dari kesadaran
manusia sebagai makhluk Tuhan.
§ Negara
menjamin bagi setiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan
masing-masing.
§ Tidak
boleh melakukan perbuatan yagn anti ketuhanan dan anti kehidupan beragama.
§ Mengembangkan
kehidupan toleransi baik antar, inter, maupun antara umat beragama.
§ Mengatur hubungan ×Negara dan agama,
manusia dengan tuhan dan yagn menyangkut hak asasi yang paling asasi.
2.
Sila
kemanusiaan yang adil dan beradab
§ Merupakan bentuk kesadaran manusia terdapat potensi budi
nurani dalam hubungan dengna norma-norma kebudayaan pada umumnya.
§ Adanya konsep nilai kemanusiaan yang lengkap, adil, dan
bermutu tinggi karena kemampuan berbudaya.
§ Manusia Indonesia adalah bagian dari warga dunia,
menyakini adanya prinsip persamaan harkat dan martabat sebagai hamba tuhan.
§ Mengandung nilai cinta kasih dan nilai etis yang
menghargai keberanian untuk membela kebenaran, santun dan menghormati harkat
manusia.
3.
Sila persatuan
Indonesia:
§ Persatuan dan kesatuan dalam arti ideologis, ekonomi,
politik, sosial budaya dan keamanan.
§ Manifestasi faham kebangsaan yang memberi tempat bagi
keragaman budaya atau etnis.
§ Menghargai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan
masyarakat.
§ Menjunjung tinggi tradisi kejuangan dan kerelaan untuk
berkorban dan membela kehormatan bangsa dan negara.
§ Adanya nilai patriotik serta penghargaan rasa kebangsaan
sebagai realitas yang dinamis.
4.
Sila kerakyatan
yang dimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalma permusyawaratan/ perwakilan.
§ Paham kedaulatan rakyat yang bersumber kepada nilai
kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan.
§ Musyawarah merupakan cermin sikap dan pandangan hidup
bahwa kemauan rakyat adalah kebenaran dan keabsahan yang tinggi.
§ Mandahulukan kepentingan negara dan masyarakat.
§ Menghargai kesukarelaan dan kesadaran dari pada
memaksakan sesuatu kepada orang lain.
5. Sila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
§ Setiap
rakyat ×Indonesia diperlakukan dengan adil dalam bidang hokum, ekonomi,
kebudayaan, dan social.
§ Tidak adanya golongan tirani minoritas dan mayoritas.
§ Adanya keselarasan, keseimbangan, dan keserasian hak dan
kewajiban rakyat Indonesia.
§ Kedermawanan terhadap sesama, sikap hidup hemat,
sederhana, dan kerja keras.
§ Menghargai
hasil karya orang lian.
§ Menolak
adanya kesewenang-wenangan serta pemerasaan kepada sesame.
§ Menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia.
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan bidang Hankam
Salah satu tujuan bernegara ×Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa ×Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan
tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat ×Indonesia secara
keseluruhan. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan ×Indonesia disebut
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Pengamalan Pancasila dalam kehidupan masyarakat
Butir-butir pengamalan
Pancasila
Ketetapan MPR no.
II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam
Pancasila menjadi 45 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini
benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Sila pertama
Bintang.
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua
Rantai.
1.
Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Mengakui persamaan
derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.
Mengembangkan sikap
saling mencintai sesama manusia.
4.
Mengembangkan sikap
saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.
Mengembangkan sikap
tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.
Menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
7.
Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan.
8.
Berani membela kebenaran
dan keadilan.
9.
Bangsa Indonesia merasa
dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon
Beringin.
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di
atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara
dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan
bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan
bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar
Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa.
Sila keempat
Kepala
Banteng
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat,
setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh
semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap
keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab
menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan
sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar
dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha
yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang
bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan
dengan atau merugikan kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi
kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.
0 komentar:
Posting Komentar